Sepenggal Kisah ta’aruf by Sri Hanifah
Ketika aku ditawari untuk ta’aruf (Lagi?), saat itu aku sebenarnya baru memutuskan untuk menunda untuk masuk ke proses selanjutnya. Namun kemudian aku berpikir bahwa jodoh itu bukan kita yang mengatur dan kita tidak akan pernah tahu kapan dan lewat perantaraan siapa Ia akan datang kepada kita. Akhirnya akupun menerima tawaran untuk berta’aruf lagi, ketika itu sahabatku – Indah dan suaminya, kang Rico – menawarkan diri untuk memfasilitasi.
Aku mengirimkan biodata kepada Indah yang kemudian ditawarkan kepada seorang teman kang Rico. Kuketahui kemudian, sang ikhwan adalah teman sekost kang Rico saat melanjutkan studi S2 di ITB. Seperti biasa dan layaknya seorang akhwat, aku kemudian menunggu pihak ikhwan untuk memberi keputusan atas biodataku. Terus terang, perasaanku ketika itu gugup tak karuan, harap-harap cemas. Tetapi apapun hasil dari proses ini telah kupasrahkan sepenuhnya pada Allah. Ketika itu hanya satu doaku untuk keberjalanan proses ini, “Ya Allah, jika ikhwan ini bisa menerima saya apa adanya dan bisa membuatku semakin mencintai-Mu, maka biarlah proses ini berlanjut hingga ketahap pernikahan. Tetapi jika tidak, maka cukupkan saja sampai disini.”.
Akhirnya tiga hari berselang, beliau memberikan jawaban siap melanjutkan proses ini. Keesokan harinya perantara kami mengirimkan biodata sang ikhwan yang sangat panjang, tujuh halaman, lengkap dan detail! Setelah membaca biodata beliau dan memohon petunjuk kepada-Nya, dengan mantap (InsyaAllah) Aku memutuskan untuk melanjutkan proses.
Setelah itu melalui perantara kami, kami menjadwalkan untuk bertemu secara langsung dalam sesi ta’aruf. Tetapi, untuk proses mediasi selanjutnya diserahkan pada guru-guru ngaji kami. Merekalah yang kemudian membantu menjadwalkan waktu dan tempat pertemuan kami berlangsung. Akhirnya diputuskan, kami bertemu pada hari jumat, 12 Juni 2009 di rumah Murabbiyahku.
Hari itu tiba, kami bertemu dengan pendampingan Murabbiyahku. Saat itu kami bertanya mengenai kondisi kami dan keluarga masing-masing secara lebih mendetail. Pada hari itu juga diputuskan kami siap untuk melanjutkan proses.
Satu minggu berselang, beliau datang menemui orangtuaku. Terus terang, ini adalah kali pertama seorang ikhwan datang ke rumah seorang diri, karena sebelumnya aku memang tidak pernah (secara khusus) didatangi oleh seorang ikhwan. Ketika itu aku berpikir, “Berani juga nih Ikhwan datang sendirian.”, karena bapak itu galak kepada teman-temanku yang ikhwan dan responsnya akan cenderung dingin.
Akan tetapi alhamdulillah bapak dan mamah menerima beliau dan alhamdulillah begitupun sebaliknya, akupun mendapatkan sambutan yang sangat baik dari Ayah dan Ibu serta adik-adik beliau di Sawangan. Pada saat itu aku merasa semakin ‘kaya’ karena sekarang aku memiliki 2 pasang orangtua dan jumlah adik-adikku pun bertambah. ^_^
Proses setelah itu adalah khitbah, proses ini berlangsung satu bulan setelah kedatanganku mengunjungi keluarga beliau. Waktu yang lama memang, karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk lebih cepat dari itu. Alhamdulillah proses khitbah berjalan dengan lancar.
Masa setelah khitbah adalah masa yang berat bagiku karena kami berdua belum dapat melangsungkan akad dalam waktu dekat. Namun aku bersyukur karena aku diberikan kesempatan untuk semakin mengenal beliau dan aku pun semakin mantap dengan keyakinan tentang mengapa, untuk apa dan bersama siapa aku akan menjalani proses ini. Sujud syukur kepada-Nya, di hari-hari terakhir Ramadhan, menjelang idul fitri, kami mendapatkan persetujuan untuk melangsungkan akad di bulan oktober. Sungguh sebuah anugerah yang amat kusyukuri. Jika tanpa pertolongan-Nya hal itu tidak akan dapat terjadi.
Tidak ada dan tidak pernah ada hal yang saya sesali dari setiap tahapan proses yang kami jalani ini. Hanya syukur yang terucap.
Yaa Rabb izinkan kami membangun peradaban, melalui keluarga yang akan kami bina ini. Dengan sangat kami memohon keridhoan-Mu yaa Rabb. Izinkan dua hati ini bersatu dalam pernikahan yang engkau berkahi.