Pak Hatta – Ketua IA ITB yth,

Beberapa kali saya berkesempatan hadir memenuhi undangan acara yang Bapak selenggarakan – di Auditorium PLN 2009 dan di Auditorium Plaza Bapindo 2010 – , dan beberapa kali pula saya menyaksikan, Bapak sebagai Ketua IA ITB, dan sebagai tuan rumah acara tersebut, meninggalkan tempat lebih dulu dibandingkan dengan tamu-tamu undangan Bapak. Saya terpaksa menuliskan keluhan ini, mewakili para alumni senior yang berkenan hadir memenuhi undangan Bapak, Halal Bihalal IA ITB, yang dilaksanakan kemarin di Plaza Bapindo, yang diselenggarakan oleh IA ITB dimana Bapak seharusnya datang ke acara tersebut sebagai  tuan rumah, bukan sebagai tamu.

Para alumni senior tersebut jauh angkatannya di atas saya, bahkan jauh di atas angkatan Bapak. Saya menyaksikan sendiri, bahwa para alumni senior ini dengan khidmat berkenan duduk di dalam ruangan, menunggu hingga acara resmi berakhir dan ditutup, walaupun tanpa kehadiran Bapak sebagai tuan rumah. Beliau-beliau ini memang tidak menyuratkan kekecewaannya terhadap sikap Bapak, tetapi saya sangat bisa membaca apa yang tersirat dari wajah-wajah beliau, ketika Bapak sebagai tuan rumah, meninggalkan para tamunya yang terhormat tanpa permisi. Apalagi, sekali lagi, ini adalah acara Halal Bihalal, dimana orang harus saling memafkan, dan yang muda harus menunjukkan sikap lebih hormatnya kepada yang dituakan.

Menurut hemat saya, sesuai adat ketimuran, dimana kita harus senantiasa menghormati yang lebih kita tuakan, seharusnya Bapak bisa melakukan hal yang lebih elegan. Maksud saya, Bapak seharusnya bisa naik ke atas mimbar, mohon maaf secara terbuka kepada para tamu Bapak, karena harus meninggalkan tempat lebih awal – apapun alasannya – , dan dengan resmi menugaskan wakil-wakil Bapak untuk tetap tinggal di dalam acara, dan bertanggung jawab menjaga kelangsungan / kelancaran jadwal acara yang telah disusun hingga acara resmi berakhir. Bapak bahkan harus menegur rekan-rekan /crew Bapak di kepengurusan IA ITB, yang tidak penting-penting amat, tetapi ikut-ikutan meninggalkan acara tanpa permisi.

Menurut hemat saya, Ikatan Alumni bukanlah tempat bagi kita untuk menunjukkan strata. Posisi seseorang sebagai pejabat negara, dan posisi saya sebagai rakyat biasa adalah sama di dalam Ikatan Alumni. Rekan-rekan alumni yang datang memenuhi undangan Bapak adalah datang sebagai alumni, bukan datang sebagai menteri, sebagai direktur BUMN, sebagai gubernur, sebagai anggota DPR dan sebagai pejabat-pejabat negara lainnya, yang harus lebih dihormati dibandingkan tamu lainnya. Namun satu hal yang tidak bisa kita tolak, bagaimanapun alumni yang lebih yunior harus lebih hormat kepada alumni yang lebih senior. Saya tidak akan mengungkapkan keluhan ini, misalnya Bapak datang ke suatu acara dimana Bapak juga datang juga sebagai tamu, bukan sebagai tuan rumah, atau misalnya diantara tamu undangan tersebut tidak ada yang lebih senior dibandingkan Bapak.

Karena itu, melalui surat terbuka ini saya berpesan kepada rekan-rekan seangkatan dan adik-adik angkatan saya, yang insyaAlah suatu ketika bisa menduduki jabatan yang terhormat dan kebetulan nanti bisa menjadi Ketua IA ITB. Kalau para abang kita belum bisa meninggalkan sikap feodalisme-nya di lingkungan IA ITB, maka mari kita bersamalah yang harus memulai. Mari mulai kita tinggalkan istilah-istilah VIP di lingkungan alumni ITB dan kita tempatkan yang lebih kita tuakan – para alumni yang lebih senior -(siapapun dia, apapun posisi jabatannya) sebagai alumni yang harus lebih kita hormati.

Semoga sikap saling menghormati, menghargai, dan menempatkan etika ketimuran ‘ala ITB’ pada tempatnya, senantiasa bisa terjaga di lingkungan IA ITB.

Salam hormat,

VH. Gadjahmada

AR84 /Sekjen IA AR ITB

Always display images from hattarajasa@gmail.com

Sehubungan dngan surat terbuka dari saudara gajahmada sekretaris IA ITB arsitektur maka saya perlu memberikan penjelasan agar tidak membunuh karakter secara sepihak ,sejak semula saya sudah sampaikan pada kawan2 bahwa saya bisa hadir dari jam 19 sampai jam 21 karena hari senin tsb saya harus memimpin rapat jam 21 30 dan ketika saya pulang saya meminta pengurus tetap menghadiri acara sampai selesai mewakili saya yaitu saudara Amir sambodo dan yang lain ,sangat tidak mungkin saya tidak menghormati senior apalagi itui adalah acara halal bihalal walaupun saya ada acara lain tapi tetap saya hadir dan menyapa sahabat2 semua ,saya tetap ingin memberikan yang terbaik bagi almamater ,surat terbuka tsb sangat tendensius dan di muat di beberapa wire padahal ini urusan internal keluarga kita ,namun saya tetap berperasangka baik pada saudara gajahmada semoga kita selalu dapat introspeksi diri dan hidup ini adalah pengabdian apapun yang sauya lakukan semoga menjadi ibadah dan pengabdian ,semoga dapat menjelaskan duduk persoalannya salam ,viva ITB

Bapak Hatta Rajasa yang saya hormati,

Sebelumnya saya menghaturkan terima kasih atas kesediaan Bapak menjawab surat terbuka saya, yang terlihat diketik terburu-buru melalui BB , yang saya tahu pasti Bapak lakukan ditengah kesibukan Bapak mengurus hal lain yang lebih penting. Menanggapi jawaban email Bapak tersebut, perkenankanlah saya menyampaikan penjelasan sebagai berikut :

Saya menuliskan self critics tersebut semata-mata hanyalah untuk memberikan gambaran sesungguhnya mengenai apa yang dirasakan oleh para hadirin pada malam itu, terutama oleh para alumni senior saya, yang juga para alumni yang lebih senior dari Bapak. Saya sengaja tidak menuliskan perasaan saya langsung pada malam itu juga, karena sebenarnya saya menunggu apakah ada rekan lain yang akan mengungkapkannya. Namun ketika saya menunggu hingga hari kedua, ternyata tidak ada yang berkomentar, akhirnya saya putuskan, sayalah yang harus berani jujur mengungkapkannya kepada Bapak, apa yang sesungguhnya terjadi manakala Bapak sebagai tuan rumah meninggalkan ruangan tanpa pamit resmi kepada para hadirin yang terhormat, para undangan Bapak. Ternyata, dari respond yang diberikan oleh rekan-rekan alumni yang membaca surat terbuka saya, maka seperti yang saya duga semula, sebagian besar beliau-beliau memiliki perasaan yang sama dengan apa yang telah saya sampaikan kepada Bapak. Seandainya Bapak menganggap bahwa isi surat saya tendensius dan mengada-ada, maka apabila Bapak ijinkan, akan saya minta kepada seluruh alumni senior yang merasakan hal itu, untuk menuliskannya japri ke email Bapak. Mohon konfirmasi apakah Bapak memerlukan bukti sikap pernyataan tersebut dari para beliau-beliau yang sama-sama kita hormati.

Saya tidak bisa menuliskan langsung self critics tersebut ke milis iaitb pusat, karena saya dibanned oleh moderator sejak 2 tahun yll, sehingga mohon maaf, saya tidak bisa berkomunikasi langsung dengan Bapak. Saya menulis surat terbuka saya melalui milis iaaritb, iaitbjakarta, alumniitbbebasbicara, itb84, dan ar84, serta saya kirimkan langsung ke email sekretariat pengurus ia itb. Dari awal saya sungguh sudah sangat sadar, bahwa masalah ini adalah masalah internal itb, yang hanya akan saya sampaikan ke lingkungan itb. Saya adalah alumni yang senantiasa berusaha menjujung tinggi etika berkomunikasi,  sehingga saya sadar sepenuhnya apa yang layak dan tidak layak dilakukan dalam berkomunikasi. Karena mungkin Bapak belum mengenal secara dekat dengan saya, maka silahkan Bapak mengechek integritas saya kepada almni itb kepada rekan-rekan alumni itb di sekeliling Bapak, dan Bapak tanyakan apa saja yang telah saya lakukan selama ini untuk alumni itb.

Ketika email saya dibaca pertama kali pada sekitar pukul 6-7 pagi oleh sesama alumni, dan ada yang mengusulkan untuk menguploadnya ke media, karena khawatir Bapak tidak akan membaca dan menanggapinya, saya sudah langsung menjawab… “tidak perlu hal ini sampai keluar di lingkungan  itb, karena ini adalah masalah internal itb”. Saya masih menyimpan jawaban email saya, dan masih tersimpan di yahoo milis, sehingga apabila Bapak memerlukan, akan saya tunjukkan statement saya tersebut.

Ketika sore hari, saat saya sedang rapat pekerjaan saya sehari-hari, saya juga kaget setengah mati, karena ada rekan yang mengirimkan info kepada saya bahwa surat terbuka saya telah dimuat di sebuah harian on-line (Merdeka on line), dimana judulnya telah diganti menjadi sangat provokatif (yang sesungguhnya tidak pernah saya tuliskan sebagai judul dalam surat asli saya yang saya tulis di milis), serta satu baris awal yang dibuang, berisi sapaan awal rasa hormat saya kepada Bapak sebagai Ketua IA ITB. Sehingga pemuatan surat dengan judul yang provokatif tersebut, serta penghilangan salam hormat saya di awal pembuka, menjadikan kesantunan yang senantiasa saya  usahakan selalu ada dalam tulisan saya kepada Bapak menjadi hilang. Dengan demikian, ijikanlah saya untuk menyampaikan secara terbuka, bahwa SAYA BUKAN yang mengirimkan tulisan tersebut kepada media, dan saya sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan pembunuhan karakter secara sepihak kepada siapapun, apalagi kepada Bapak. Saya berani melakukan self critics, yang menurut saya sudah saya upayakan dengan bahasa sesantun mungkin, karena justru saya senantiasa menaruh rasa hormat dan respect kepada Bapak sebagai senior saya, dan sebagai Ketum ia itb, untuk kebaikan bersama di masa mendatang. Saya juga telah melakukan nota keberatan kepada redaksi media tersebut. Silahkan Bapak minta staf Bapak untuk mengecheck kebenaran isi nota keberatan saya di sana.

Kalau saya terpaksa harus melakukan self critics secara terbuka di dalam lingkungan internal alumni itb, semata-mata tujuan saya adalah untuk mengajak sesama rekan-rekan alumni, terutama kepada rekan-rekan seangkatan dan adik-adik angkatan saya, yang insyaAlah suatu ketika bisa menduduki jabatan yang terhormat dan kebetulan nanti bisa menjadi Ketua IA ITB, untuk meninggalkan sikap pembedaan strata jabatan keseharian di lingkungan IA ITB.  Mengajak rekan-rekan saya untuk mulai meninggalkan istilah-istilah VIP di lingkungan alumni ITB dan mengajak untuk menempatkan yang lebih kita tuakan – para alumni yang lebih senior -(siapapun dia, apapun posisi jabatannya) sebagai alumni yang harus lebih kita hormati. Menurut hemat saya, sikap seperti ini akan lebih sehat untuk dikembangkan bagi lingkungan IA ITB. Namun, seandainya himbauan saya tidak berkenan dan tidak bisa menyadarkan para alumni senior saya yang saat ini memimpin saya, itupun tidak mengapa….,  InsyaAllah saya akan memulainya dari angkatan saya dan adik-adik saya, dan tidak akan pernah bosan untuk terus menerus mengingatkannya.

Saya juga senantiasa berprasangka baik kepada Bapak, dan mengajak semua rekan-rekan itb untuk melakukan instropeksi diri. Saya juga melakukan pengabdian dan ibadah dalam hidup saya seperti halnya prinsip hidup Bapak. Namun, walaupun mungkin dalam pengabdian dan ibadah saya itu masih terdapat kekurangan/kesalahan, saya akan senantiasa terbuka untuk menerima kritik dan masukkan, saya tidak akan menutup diri, saya tidak akan balik menuduh, dan saya akan tulus mengucapkan maaf apabila saya memang harus melakukannya. Jadi, please be cool saja lah pak Hatta. Bagi saya pribadi Ikatan alumni itu adalah sebuah paguyuban kebersamaan untuk kemaslahatan alumni, bukan kendaraan politik, jadi tidak setitikpun dalam diri saya ada niatan untuk melakukan pembunuhan karakter, fitnah, black campaign,  atau apapun istilah yang biasa Bapak pergunakan sebagai politikus. Bagi kami semua, Bapak bisa hadir di sebuah acara Halal Bihalal IA ITB itu bukan merupakan prestasi Bapak, karena Bapak bisa meluangkan waktu untuk hadir di sela kesibukan Bapak mengurus hal lan yang menurut Bapak lebih penting. Tapi hal ini sudah menjadi kewajiban Bapak sebagai tuan rumah dan sama pentingnya dengan tugas lain yang Bapak emban, karena Bapak telah menyanggupinya untuk memimpin kami. Lagi pula, apa susahnya sih, menjelaskan ketersediaan waktu Bapak yang sangat terbatas di hadapan para hadirin yang terhormat pada malam itu, dan secara resmi mengatakan supaya, “…jangan bubar sampai acara selesai,  Amir dan wakil saya yang lain harus stay menggantikan saya…?”. Selain itu, jangan lupa pak Hatta, pada saat acara HBH di PLN 2009, Bapak juga melakukan tindakan yang sama kan…?. Tahukah Bapak bahwa  acaranya waktu itu menjadi kacau…?, adakah yang telah melaporkannya kepada Bapak…?

Mudah-mudahan, kalau kita masih bisa berjumpa lagi di HBH IA ITB 2011, mohon dengan sangat agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Saya sungguh berharap…..

Semoga sikap saling menghormati, menghargai, dan menempatkan etika ketimuran ‘ala ITB’ pada tempatnya, senantiasa bisa terjaga di lingkungan IA ITB.

Salam hormat

VH. Gadjahmada / AR84

Sekjen IA AR ITB

PS : Isi nota keberatan saya kepada media Merdeka On Line sudah saya kirimkan secara terpisah dengan email ini.