Policy Paper

Analisis Kebijakan Pertahanan Negara

dalam UU No. 3/2002

Oleh    : Ardian Perdana Putra

NIM    : 1 2010 02 03 002

Prodi    : Disaster Management for National Defense

 

Pendahuluan

Sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945, NKRI didirikan dengan tujuan mewujudkan tujuan nasional, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk menjalankan misi tersebut, pertahanan negara yang kokoh menjadi suatu prasyarat mutlak. Indonesia mengenal Sistem Pertahanan Rakyat Semesta yang merupakan manifestasi dari pelibatan seluruh elemen bangsa dalam menjaga kedaulatan, luas teritorial dan keselamatan warga negara serta sumberdaya nasional. Untuk itulah perlu ada Undang-Undang yang mengatur mengenai pengelolaan pertahanan nasional sebagaimana disebut diatas.

 

Sekilas UU No. 3/2002

Undang-Undang No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara merupakan revisi dari Undang-Undang No. 20/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Negara, yang sebelumnya juga telah mengalami revisi kecil melalui keluarnya Undang-Undang No. 1/1988.

Secara garis besar, Undang-Undang No. 3/2002 membahas mengenai penyelenggaraan Pertahanan Negara dari landasan nilai, kelembagaan, distribusi kewenangan dan aturan hukum. Berdasarkan fokus bahasan dari tiap pasal, maka Undang-Undang No. 3/2002 dapat dibagi menjadi beberapa segmen sebagai berikut:

  1. Pasal 1-5    Definisi dan nilai dasar

    Pasal 1 berisi pengertian dari istilah-istilah yang menjadi acuan dalam undang-undang ini. Pasal-pasal selanjutnya berisi nilai dasar, prinsip-prinsip dan tujuan dari penanggulangan bencana.

     

  2. Pasal 6-23    Penyelenggaraan Pertahanan Negara

    Segmen ini mencakup struktur komando dan kewenangan dalam penyelenggaraan pertahanan, klasifikasi komponen pertahanan negara, aturan pengembangan dan pengerahan komponen pertahanan, serta tanggung jawab yang meliputi kewenangan tersebut.

     

  3. Pasal 23-29    Pasal-Pasal Pendukung

    Segmen ini membahas mengenai aturan mengenai anggaran, aturan peralihan dan aturan penutup.

     

 

Bahasan

Diantara hal-hal yang perlu dikritisi antara lain:

  • Dalam pasal 1 ayat 2 disebutkan “…Sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya…“. Dalam definisi tersebut, peran pemerintah sebagai penentu arah kebijakan pertahanan belum tercantum secara eksplisit. Selain itu perlu adanya penegasan mengenai pentingnya penegasan mengenai peran warga negara Indonesia yang berada di luar negeri dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Disamping itu, jika melihat kondisi aktual dan kasus-kasus terdahulu mengenai sulitnya keturunan Indonesia yang lahir diluar negeri untuk dapat bergabung dengan NKRI butuh untuk menjadi perhatian. Berdasarkan hal-hal tersebut, perlu ada definisi yang lebih diperluas atau lebih mendetail mengenai hal ini. Usulan yang diajukan adalah perubahan redaksional: “..Sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta, yang dikelola oleh pemerintah dengan melibatkan seluruh warga negara beserta tumpah darah Indonesia, baik di dalam maupun diluar negeri dan seluruh sumber daya nasional lainnya“.
  • Seharusnya semua lembaga pemerintah, entitas non pemerintah, termasuk perseorangan atau kelompok masyarakat yang berada di indonesia atau dikelola oleh warga negara indonesia, baik di dalam negeri maupun di luar negeri memiliki kewajiban untuk terlibat dalam usaha pertahanan nasional, akan tetapi pasal 1 ayat 2 menyebutkan “…dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut…“. Penggalan kalimat ini seakan mengguggurkan kewajiban elemen-elemen tersebut ketika pemerintah belum dapat menjalankan fungsinya dalam merumuskan langkah-langkah persiapan/pengkondisian elemen-elemen tersebut.
  • Masih di pasal yang sama disebutkan “…untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman…“. Hal ini masih terlalu umum dan butuh dipertegas agar mencakup keselamatan warga negara (dan bahkan jika perlu seluruh tumpah darah indonesia) yang berada diluar teritorial Indonesia. Hal ini berkaitan perlu adanya jaminan perlindungan hukum bagi semua warga negara, tidak terkecuali mereka yang berada di luar negeri, seperti buruh migran (TKI/TKW).
  • Dalam pasal 1 ayat 6 disebutkan definisi komponen cadangan yang tercantum adalah “…Komponen cadangan adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi…”. Berdasarkan pasal 1 Ayat 8, sumberdaya nasional mencakup “sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan“. Pertanyaannya adalah, bukankah berarti TNI dan POLRI juga bagian dari sumber daya nasional? Menyikapi hal ini, untuk mencegah adanya kerancuan perlu ada penyesuaian redaksional pada ayat 6, menjadi “…sumber daya nasional non TNI yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi…”.
  • Dalam pasal 3 ayat 1 yang membahas dasar prinsip yang mendasari penyusunan pertahanan negara tidak dicantumkan pancasila sebagai nilai utama. Oleh karena itu, perlu kiranya pencantuman pancasia sebagai dasar prinsip yang utama sebelum demokrasi.
  • Dalam pasal 7 ayat 3 tentang Ancaman Non-Militer tidak dijabarkan secara jelas mengenai apa saja cakupan dari ancaman non-militer tersebut. Sebagai contoh, apakah bencana alam masuk didalamnya?
  • Dalam pasal 7 ayat 3 tersebut disebutkan “…sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman non militer menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama…“. Kalimat ini menjadi seakan-akan bertolak belakang dengan konsep pertahanan rakyat semesta yang seharusnya menjiwai semua lembaga pemerintah. Berdasarkan definisi pertahanan rakyat semesta tidak ada lembaga pemerintah yang tidak terkait dengan dengan bidang pertahanan.

 

 

Penutup

Undang-Undang no. 3/2002 merupakan kerangka penting dari penyusunan sistem pertahanan negara. Maka dari itu UU ini perlu mencakup partisipasi dari semua lapisan masyarakat, tidak saja dari unsur militer tetapi juga masyarakat sipil. Maka dari itu, perlu adanya perbaikan-perbaikan atau evaluasi dari UU ini, agar kasus aktual seperti kesulitan bergabung menjadi WNI, masalah buruh migran (TKI/TKW), sengketa teritorial, dan juga keterbatasan fasilitas yang menghambat penanganan bencana dapat dilihat sebagai bagian dari ancaman terhadap NKRI yang butuh dilihat dari sudut pandang pertahanan negara oleh semua pihak.