Bagi yang ingin mengutip artikel ini bisa mencantumkan:

“Putra, Ardian P., (2012). Definisi, Fungsi dan Kelemahan Partai Politik – Makalah Singkat Politik Bencana. Jakarta: <http://ardee.web.id>”

 

Definisi Partai Politik

Berorganisasi merupakan suatu prasyarat mutlak dari suatu perjuangan politik. Dalam suatu organisasi, berbagai pihak yang sesungguhnya beragam dapat dikonsolidasikan dalam satu front. Keberadaan organisasi membuat aspirasi kolektif sekelompok masyarakat menjadi lebih kuat posisinya dalam menghadapi kepentingan kelompok yang bersebrangan. Prinsip inilah yang menjadi dasar pendapat mengapa partai politik memiliki peran penting dalam proses dinamika pelembagaan demokrasi. Proses pelembagaan demokrasi akan sangat ditentukan oleh pelembagaan organisasi partai politik sebagai bagian dari sistem demokrasi itu sendiri (Asshiddiqie, 2006).

Dari sudut pandang ilmu hukum tata negara, Asshiddiqie (2006) mengungkapkan, terdapat beragam pandangan mengenai partai politik. Salah satu kubu, antara lain dipelopori oleh Schattschneider melihat partai politik sebagai pilar penentu demokrasi, yang oleh karenanya sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaanya dalam suatu sistem politik yang demokratis. Di sisi lain, terdapat pula pandangan skeptis dan kritis yang melihat partai politik tidak lebih dari kendaraan politik bagi sekelompok elite yang berkuasa atau yang ingin berkuasa.

Menurut Asshiddiqie sendiri, partai politik sendiri dapat diartikan sebagai “…suatu bentuk pelembagaan sebagai wujud ekspresi ide-ide, pikiran-pikiran, pandangan dan keyakinan bebas dalam masyarakat demokratis…“, yang “…bertindak sebagai perantara dalam proses-proses pengambilan keputusan bernegara, yang menghubungkan antara warga negara dengan institusi-institusi kenegaraan…“, sehingga “…berperan dalam proses dinamis perjuangan nilai dan kepentingan (value and interest) dari konstituen yang diwakilinya…“. Dengan kata lain, partai politik adalah media aspirasi bagi masyarakat luas untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan dalam kehidupan bernegara.

Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 pasal 1, definisi partai politik adalah “…organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945“.

  
 

Fungsi Partai Politik

Dalam Asshiddiqie (2006) disebutkan, menurut Andrew Knapp fungsi partai politik mencakup antara lain:

  • Mobilisasi dan integrasi,
  • Sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih,
  • Sarana rekruitmen pemilih, dan
  • Sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan,

Menurut Budiardjo (2003),ada empat fungsi partai politik, yaitu komunikasi politik, sosialisasi politik, rekruitmen politik dan pengelolaan konflik. Penjabaran dari keempat fungsi tersebut, adalah sebagai berikut:

  • Sarana Komunikasi Politik: Partai politik bertugas menyalurkan beragam aspirasi masyarakat dan menekan kesimpangsiuran pendapat di masyarakat. Keberadaan partai politik menjadi wadah penggabungan aspirasi anggota masyarakat yang senada (interest aggregation) agar dapat di rumuskan secara lebih terstruktur atau teratur (interest articulation). Selanjutnya, partai politik merumuskan aspirasi tersebut menjadi suatu usulan kebijak(sana)an, untuk diajukan kepada pemerintah agar menjadi suatu kebijakan publik. Di sisi lain, partai politik bertugas membantu sosialisasi kebijakan pemerintah, sehingga terjadi suatu arus informasi berkesinambungan antara pemerintah dan masyarakat.
  • Sarana Sosialisasi Politik: Dalam usahanya untuk memperoleh dukungan luas masyarakat, partai politik akan berusaha menunjukkan diri sebagai pejuang kepentingan umum. Oleh karena itu partai politik harus mendidik dan membangun orientasi pemikiran anggotanya (dan masyarakat luas) untuk sadar akan tanggungjawabnya sebagai warga negara. Proses tersebut dinamakan sosialisasi politik, yang wujud nyatanya dapat berbentuk ceramah penerangan, kursus kader, seminar dan lain-lain. Lebih lanjut, sosialisasi politik dapat pula diartikan sebagai usaha untuk memasyarakatkan (Asshiddiqie, 2006) ide, visi dan kebijakan strategis partai politik kepada konstituen agar mendapatkan feedback berupa dukungan masyarakat luas.
  • Sarana Rekruitmen Politik: Partai politik memiliki fungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk aktif berpolitik sebagai anggota partai politik tersebut (political recruitment). Hal ini merupakan suatu usaha untuk memperluas partisipasi politik. Selain itu, rekruitmen politik yang di arahkan pada generasi muda potensial menjadi sarana untuk mempersiapkan regenerasi kepemimpinan di dalam struktur partai politik.
  • Sarana Mengelola Konflik: Partai politik bertugas mengelola konflik yang muncul di masyarakat sebagai suatu akibat adanya dinamika demokrasi, yang memunculkan persaingan dan perbedaan pendapat.

 Adapun dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa fungsi partai politik adalah sebagai sarana:

  • Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  • Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
  • Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
  • Partisipasi politik warga negara Indonesia, dan
  • Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

 
 

Oligarki sebagai Kelemahan Partai Politik

Yang dimaksud dengan kelemahan partai politik adalah potensi negatif yang dapat menghambat fungsi partai politik sebagaimana disebutkan diatas sehingga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Diantara kelemahan yang diungkapkan Asshiddiqie antara lain adalah budaya oligarki, yaitu kecenderungan suatu partai politik untuk memperjuangkan kepentingan pengurusnya diatas kepentingan masyarakat secara umum. Potensi negatif oligarki ini dapat diatasi dengan adanya beberapa mekanisme penunjang, yaitu:

  • Mekanisme internal yang mendorong proses demokratisasi dengan cara meningkatkan partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan partai. Selain perlu dirumuskan secara formal dalam AD/ART, mekanisme ini perlu ditradisikan sebagai suatu rule of law yang berjalan secara informal. Bersama dengan AD dan ART diperlukan suatu panduan kode etik internal organisasi yang ketiganya menjadi panduan bagi seluruh anggota dalam menyelesaikan konflik dan perselisihan di internal partai secara demokratis.
  • Menyediakan suatu mekanisme keterbukaan partai yang memungkinkan warga masyarakat di luar partai untuk dapat berpartisipasi dalam penentuan kebijakan yang diperjuangkan partai politik. Keberadaan pengurus harus dapat berfungsi sebagai pelayan aspirasi dan kepentingan bagi konstituennya.
  • Adanya suatu penyelenggaraan negara yang baik dengan kualitas pelayanan publik yang baik sebagai penunjang bagi terciptanya suatu iklim politik yang sehat. Dengan terbentuknya tata pemerintahan yang berintegritas dan profesional, peluang bagi para elite partai politik untuk memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dapat diminimalisir.
  • Kebebasan pers yang disertai profesionalisme insan pers dan semangat mendidik masyarakat luas. Keberadaan pers menjadi suatu umpan balik dari sikap atau kebijakan yang diambil oleh pengambil keputusan di internal partai politik.

 
 

Asshiddiqie, Jimly, (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara – Jilid II, Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Budiardjo, Miriam, (2003). Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Arikunto, Suharsimi, (2000). Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta

Amirin, Tatang M., (2009). “Subjek penelitian, responden penelitian, dan informan (narasumber) penelitian“, tatangmanguny.wordpress.com